aa
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Cinta Sedih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Cinta Sedih. Tampilkan semua postingan

Cerpen Cinta Sedih: Sebening Cinta Embun

Sebening Cinta Embun
Oleh: Novie An-Nuril Khiyar

Cerpen Cinta Romantis
Embun. Aku memanggilnya embun. Titik – titik air yg jatuh dari langit di malam hari dan berada di atas dedaunan hijau yang membuatku damai berada di taman ini, seperti damai nya hatiku saat berada disamping wanita yang sangat aku kagumi, embun.

“ngapain diam di situ, ayo sini rei…” teriakan embun yang memecahkan lamunanku. Aku lalu menghampirinya, dan tersenyum manis dihadapan nya.

“gimana kabarmu embun?”

“seperti yang kamu lihat, tak ada kemajuan. Obat hanyalah media yang bertujuan memperparah keadaanku. Dan lihat saja saat ini, aku masih terbaring lemah dirumah sakit kan?”, Keluhnya.

“obat bukan memperparah keadaanmu, tapi mencegah rasa sakitnya. Embun,, kamu harus optimis ya”.

“hei rei, aku selalu optimis. Kamu nya aja yang cengeng. Kalo jenguk aku pasti kamu mau nangis,, iya kan? Udahlah rei,,, aku udah terima semua yang di takdirkan Tuhan,, dan saatnya aku untuk menjalaninya, kamu jgn khawatir, aku baik-baik aja kok”. Benar kata embun, aku selalu ingin menangis ketika melihat keadaannya. Lelaki setegar apapun, pasti akan sedih melihat keadaannya, termasuk aku.
***

Sudah 2 minggu tak kutemui senyum embun di sekolah. Sangat sepi yang aku rasakan. Orang yang aku cintai sedang bertaruh nyawa melawan kanker otak yang telah merusak sebagian hidupnya. Apa? Cinta? Apakah benar aku mencintainya??? Entahlah,, aku hanya merasakan sakit di saat melihat dia seperti ini. ya Tuhan, izinkan aku menggantikan posisinya. Aku tak ingin melihat wanita yang aku sayangi terbaring lemah di sana. Tolong izinkan aku.

Seperti biasa, aku menyempatkan diri setelah pulang sekolah untuk pergi menjenguk embun di rumah sakit.

“hai embun,, bagaimana kabarmu?”

“sudah merasa lebih baik di bandingkan hari kemarin. Gimana keadaan sekolah kita?”

“baik juga. Cuma… ada sedikit keganjalan.”

“keganjalan apa rei?”

“karena di sana tak kutemukan senyummu embun….”

“ada ada aja kamu rei,,, hahaha. O iya, kata dokter, besok aku udah di izinin pulang lho. Aku senang banget. Kamu bisa kan jemput aku di sini”.

“apa? Serius?” tanyaku kaget dan senang juga.

“sejak kapan aku bisa bohong sama kamu. Aku serius reivan algibran. Hehehhe”.

“gak perlu sebut nama lengkapku embun azzula,, aku percaya kok”. Senang sekali bisa melihat senyum dan tawamu embun,,, bathinku.

***
Waktu terasa cepat berlalu, karena sekarang aku sudah berada tepat di depan pintu kamar embun. Aku mengetuknya dan…” pagi embun,,”

“pagi juga reivan,, gimana, kamu dah siapkan antar aku kemanapun aku mau…?”

“siap tuan putri,, aku selalu siap mengantarmu kemanapun engkau mau. Heheheh”

“ok,, sekarang aku pengen ke taman. Tempat kita pertama kali bertemu rei,, kamu bisa antar aku ke sana kan?”.

“siip, berangkat”.

Taman ini menjadi tempat favorit kami. Sedih, suka, marah akan kami lontarkan di tempat ini. Tempat yang penuh dengan bunga-bunga yang kami tanam dari nol. Ya, taman ini karya kami. Taman yg terletak tepat di belakang gedung sekolah. 1 petak tanah yg tak pernah tersentuh oleh tangan manusia, ntah apa alasan mereka. Tanah yg tandus, bunga yg layu telah kami sulap menjadi taman cinta yang begitu indah, yang di tumbuhi bunga2 kesukaan kami. Sejak embun di rawat di rumah sakit, aku tak pernah mengunjungi taman ini, walaupun dekat dengan sekolahku.

“rei, kenapa semua bunga di sini layu,, apakah tak pernah kamu rawat?”. Tanyanya. Apa yang harus aku jawab,, aku tau, dia pasti marah.

“mereka layu karena tak ada embun di sini”. jawabku seadanya.

“embun? Bukannya tiap pagi selalu ada embun yg membasahinya?”

“tak ada yg lebih berarti selain embun azzula bagi tanaman ini, termasuk aku”. Jelasku yg membuat dia terdiam sesaat.

“maksud kamu?”, dia menatapku dalam.

“tak ada,, mereka cuma butuh embun azzula yg merawatnya, bukan embun biasa dan aku. Mereka kesepian, karena sudah 2 minggu tak melihat senyum dan tawamu embun”.

“ya, aku menyadarinya itu. Sahabat,,, maafin embun ya,,, maaf selama ini embun gak bisa merawat sahabat serutin kemarin. Itu karena kesehatan embun yg semakin berkurang. Dulu embun bisa berdiri sendiri, sekarang embun harus menggunakan tongkat, kursi roda dan bahkan teman. Teman seperti rei, yg bisa memapah embun. Thanks y rei..”

“eh,, ii iya, iya embun, sama sama.”

Sudah seharian kami di sini,, tanpa di sadari embun terlelap di pangkuanku. Menetes airmataku ketika melihat semua perubahan fisik yg terjadi padanya. Wajahnya yg pucat, tubuhnya yg semakin kurus, dan rambutnya yg semakin menipis, membuat aku kasihan. Kenapa harus embun yg mengalaminya? Tapi aku juga salut, tak pernah ada airmata di wajahnya. Dia sangat menghargai cobaan yg diberikan Tuhan kepadanya, dia selalu tersenyum, walaupun sebenarnya aku tau, ada kesedihan dibalik senyum itu.

“rei…” desahnya

“ia embun. Kamu dah bangun ya? Kita pulang sekarang yuk,,, “ ajakku ketika dia sadar dari mimpinya.

“aku mau di sini terus rei,, kamu mau kan nemenin aku. Aku mau menunggu embun datang membasahi tubuhku. Sudah lama sekali aku tak merasakannya”.

“tapi angin malam gak baik buat kesehatan kamu”.

“aku tau, tapi untuk terakhir kali nya rei,,, pliss…”.

“maksud kamu apa? Aku gak mau dengar kalimat itu lagi”.

“gak ada maksud apa-apa,,, kita gak tau takdir kan. Dah ah,, kalo kamu gak mau nemenin aku, gak apa-apa. Aku bisa sendiri”.

“gak mungkin aku gak nemenin kamu embun,, percayalah… aku akan selalu ada untukmu”.

“ gitu dong,, itu baru sahabat aku.” Ucapnya sambil melihat bunga-bunga di sekelilingnya.

“embun…”

“ya,,,”

“kamu suka dengan embun?”

“sangat. Aku sangat menyukainya. Embun itu bening, sangat bening. Dan bening itu menyimpan sejuta kesucian. Aku ingin seperti embun, bening dan suci. Menurutmu bagaimana?”

“aku juga mencintai embun. Mencintai embun sejak mengenal embun”.

“rei, kamu tau… aku ingin seperti embun. Embun yang bisa hadir dan memberi suasana beda di pagi hari. Embun yg selalu di sambut kedatangannya oleh tumbuhan”.

“kamu sudah menjadi embun yg kamu inginkan.”

“maksudmu?”

“tak ada”.

Aku sengaja merahasiakan perasaanku terhadapnya. Karena aku tau, tak ada kata “ya” saat aku menyatakan perasaanku nanti. dia tak mau pacaran, dan dia benci seorang kekasih, ntah apa alasannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Embun pun terlelap kelelahan di sampingku.

“embun,,,, embun,,,,,, bangun embun,, sekarang sudah pagi. Katanya mau melihat embun, ayo bangun” pujukku,, tapi tak kudengarkan sahutan darinya.

“ayolah embun, bangun. Jangan terlelap terlalu lama…” aku mulai resah, apa yg terjadi. Kurasakan dingin tubuhnya, tapi aku menepis fikiran negatif ku. Mungkin saja dingin ini berasal dari embun pagi.

“embun sayang,, ayo bangun. Jangan buat aku khawatir”. Lagi lagi tak kudengarkan sahutannya. Tubuhnya pucat, dingin, kaku,,. Aku mencoba membawanya kerumah sakit dengan usahaku sendiri. Dan,,, “ kami sudah melakukan semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain. Embun sudah menghadap sang pencipta” itulah kata-kata dokter yg memeriksa embun yg membuat aku bagai tersambar petir. Aku lemah, jatuh, dan merasa bersalah. Kalau tak karena aku yang mengajaknya ke taman, mungkin tak kan seperti ini. Ya Tuhan, kenapa ini terjadi… aku tak sanggup.
***

Beberapa bulan kemudian….
Aku temui surat berwarna biru dan ada gambar embun di surat itu.

Teruntuk reivan alghibran
Embun…
Titik titik air bening yg jatuh dari langit
Dan membasahi kelopak bunga yg aku sukai.
Aku ingin seperti embun, yg bisa hadir di hati orang
Yg menyayanginya. Tapi aku tak menemui siapa orang itu???

Rei … makasih ya, dalam waktu terakhirku, kamu bisa menjadi embun di hatiku. Dan tak kan pernah aku lupakan itu. Rei,, maaf kalau sebenarnya aku suka sama kamu. Aku sengaja tak mengungkapkannya, karena aku tau.. sahabat lebih berharga di banding kekasih.

O ia rei,,, tolong rawat taman kita ya,, aku gak mau dia layu karena tak ada yg memperhatikannya lagi. Karena taman itu adalah tempat pertemuan kita pertama dan terakhir kalinya.
sekali lagi,, makasih dah jadi embun selama aku hidup dan tolong,, jadiin aku embun di hatimu ….

salam manis… embun azzula.

“Embun,,,kamu tau, pertama aku kenal kamu, kamu telah menjadi embun dihidupku, yang menyejukkan hatiku. Dan kamu adalah butiran bening yang selalu buat aku tersenyum, seperti embun yang selalu buatmu tersenyum.

Taman ini, bukan aku yg akan merawatnya, tapi kita. Dan taman ini tak akan pernah mati, karena kamu selalu ada di sini, di sini rumah mu.” Kalimat terakhirku ketika meletakkan setangkai bunga mawar yg aku ambil dari taman di atas pusaranya. Pusara yg terletak di tengah-tengah taman embun. Dan kunamai taman itu dengan nama EMBUN. embun.. yang tak kan pernah mati…


the end

Fb : Novie An-Nuril Khiyar
twitt : @noviepurple19

Cerpen Cinta: Setelah Kepergianmu

Cerpen Cinta Sedih
Setelah Kepergianmu
Cerpen karya Rani Dwi Anggraeni

Ku selalu mengingatmu, meski ku tahu itu menyakitkan..

Ku buka handphone ku, tak ada lagi kamu yang selalu memenuhi inbox-ku, tak ada lagi ucapan selamat pagi dan selamat tidur untukku. Tak ada lagi canda tawamu yang selalu mengiriku dalam kebahagiaan, tak ada lagi leluconmu yang membuatku tartawa. Tak ada lagi tatapan yang membuat jantungku berdebar dan menyejukkan hati. Tak ada lagi genggaman tanganmu yang selalu membuatku kuat akan setiap masalah yang menghampiriku. Tak ada lagi pelukanmu yang membuatku tentram dan merasa aman dekat denganmu. Kini, sekarang ada sesuatu yang hilang, tak sama seperti dulu.

Aku berharap hari-hariku bisa berjalan dengan mulus seperti biasanya., walau tak ada kamu disampingku. Kini, aku mencoba menjalani semua aktivitasku seperti biasa. Dan aku bisa menjalani itu semua walau hatiku terasa kosong, hampa tanpa ada dirimu yang menemaniku setiap harinya. Tapi, aku harus tetap tegar dengan semua ini. Setelah kepergianmu, aku menyadari betapa aku mencintaimu. Setelah kepergianmu, kamu merampas semua cinta dan kebahagiaan yang kupunya, melarikan ke tempat asing yang justru tak tahu dimana keberadaannya. Siksaanmu begitu besar untukku, dan aku terlalu lemah untuk mendapatkan cobaan ini, aku begitu lemah untuk mendapatkan goresan luka di benakku yang semakin hari semakin bertambah.

Kini ku tersadar, bukan dia yang begitu tulus menyayangiku, tetapi kamulah yang menyayangiku dan mencintaiku dengan tulus tanpa adanya kebohongan. Jujur, aku menyesal setelah kamu benar-benar pergi meninggalkanku disini bersama bayanganmu. Aku menyesal telah membuatmu kecewa, padahal aku tak bermaksud mengecewakanmu. Aku menyesal lebih memilih dia di banding kamu yang jelas-jelas kekasihku. Sudah jelas dia itu playboy dan sudah menyakitiku berulang-ulang kali dengan kebohongannya dan semua janji palsunya, tapi kamu berbeda, kamu begitu menjagaku, menyayangiku, dan aku sia-siakan begitu saja. Mengapa aku sebodoh ini?

Aku tak pernah membalas semua kebaikanmu padaku, dan aku tak pernah menyayangimu seperti kamu yang selalu menyayangiku. Bahkan aku selalu melampiaskan semua amarahku padamu, dan anehnya kamu yang meminta maaf padaku. Seringkali aku membohongimu seringkali aku berkencan bersama dia tanpa sepengetahuan kamu, dan itu berarti aku sedang bermain di belakangmu. Setiap kamu ingin bertemu denganku, aku sering menolak. Tapi mengapa aku tak bisa menolak dia setiap dia ingin bertemu denganku? Bahkan jika kamu mengajaku pulang bersama, aku tak mau dan menolakmu. Aku lebih memilih pulang bersama teman-temanku. Aku sadar itu semua salah, tapi mengapa aku terus mengulangnya kembali? Kamu pernah berkata kalau aku itu egois, aku tak menerima kamu berbicara seperti itu kepadaku, dan aku marah. Aku baru tersadar aku memang egois, benar katamu.

Dia selalu melaksanakan apa kemauanku, tapi aku tak pernah melakukan apa yang kamu mau. Hingga beberapa minggu kemudian kamu menjauhiku, kamu menghilang dari kehidupanku, kamu tak mengirimku kabar sama sekali. Hal itu membuatku marah dan aku berfikir kamu memutuskan ku secara sepihak, tanpa tahu permasalahannya apa. Kemudian, kamu menghubungiku di hari jadianku bersama kamu. Entah mengapa aku menjadi benci padamu, mungkin karena kamu menghilang beberapa minggu ini. Kamu mengajaku kencan di malam minggu ini, tapi aku menolak karena kamu bukan pacarku lagi. Aku berkata kepada kamu, lebih baik kamu pergi dari kehidupanku jangan pernah menghubungiku lagi, cari wanita lain di luar sana yang lebih baik dariku. Tapi nyatanya kamu malah meminta maaf padaku atas kesalahan kemarin telah menjauhiku. Kamu bilang kamu hanya ingin mengetesku. Tapi ini bukan cara yang benar. Aku tak bisa memaafkanmu, aku tak akan memberikanmu kesempatan lagi. Dan itu artinya sekarang kamu dan aku hanya sebatas teman biasa. Padahal sebenarnya aku benci dengan perpisahan ini.

Entah mengapa jika aku mengingat itu semua, beribu-ribu penyesalan selalu menghampiriku. Apakah kamu terluka karena ku?

Kita itu seperti saling menyakiti, seperti saling mendendam tanpa tahu apa permasalahan yang sebenarnya.

Aku menangis sejadi-jadinya di dalam heningnya malam, atas dasar bahwa aku memang benar mencintaimu. Aku merasa kehilangan sosok pahlawanku. Sementara aku selalu melihatmu dekat dengan wanita lain, dan mengapa wanita itu harus temanku sendiri? Kamu tak pernah tahu bahwa aku di sini menangis melihatmu bersamanya, aku cemburu..

Aku marah pada diriku sendiri, mengapa aku sulit untuk melupakanmu? Sedangkan kamu disana dengan mudahnya melupakanku.Tuhan..sungguh ini tak adil bagiku. Ingin rasanya aku hilang ingatan, agar aku tak mengenalimu dan kenangan dulu bisa terhapus di dalam memori otakku. Itulah jalan satu-satunya untuk saat ini. Hari berganti hari, aku terus menjalani hidupku tanpa dirimu. Dan aku merasa semakin hari aku selalu menyesali kesalahanku padamu. Apakah kamu disana sudah mendapatkan pengganti diriku? Aku harap kamu masih mengharapkanku, karena ku disini selalu mengharapkan kehadiranmu dihidupku lagi. Apakah kamu disana selalu memikirkanku?seperti aku yang selalu memikirkanmu. Aku hanya ingin tahu isi hatimu saat ini. Apa kamu tak pernah berpikir tentang isi hatiku saat ini? yang semakin hari semakin mendung karena tak ada lagi yang menyinari hatiku.

Di dalam mimpiku kamu selalu ada untukku, dan kamu milikku. Tapi ternyata, di dalam kehidupan nyata, kau hanyalah mimpi untukku dan aku sulit menggapaimu kembali. Tak ada hal yang mampu ku perjuangkan selain membiarkanmu pergi dan merelakanmu untuk orang lain yang pantas menapatkanmu. Aku berusaha menikmati kesedihanku, kesakitanku hingga ku terbiasa akan semua hal itu. Aku selalu meneteskan air mata untukmu, padahal setiap butiran air mata yang jatuh itu semakin aku merindukanmu dan sulit untuk melupakanmu. Kini aku merasa jatuh cinta padamu yang bukan milikku lagi.

Tapi aku punya Tuhan, punya keluarga dan sahabat, yang selalu ada untukku. Aku percaya Tuhan..Tuhan pasti sedang menguji kesabaranku saat ini, dan pasti ada jalan keluar di balik ini semua. Mungkin di mataku kamu yang terbaik untukku, tapi belum tentu kata Tuhan kamu yang terbaik untukku. Aku percaya dan yakin bahwa skenario Tuhan adalah yang paling indah.
Selesai


Nama : Rani Dwi Anggraeni
My facebook : ranianggraeni1@gmail.com
Twitter : @ranidwianggra

Cerpen Cinta Sedih: I LOVE YOU, GOODBYE

I LOVE YOU, GOODBYE...
Cerpen Sedih Goodbye
Oleh Bella Danny Justice

Aku memandangi foto tersebut beberapa saat. “Hanna, i’ll keep you on my mind... we will meet again someday. Goodbye...” Ucapku dengan memegang erat selembar foto di tangan kanan lalu menempalkannya di dada.

“Hanna!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.


“aku tidak tau mengenai Hanna semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa kau baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Hanna 2 tahun yang lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui hubungan kalian. Karena itu kah kau meninggalkan Hanna ke Paris ?” Celotehan Irina membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku membutuhkan dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku. Pergi ke Paris juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak melakukannya aku akan lebih melukai Hanna.

“Irina, aku datang kepadamu untuk menanyakan keberadaan Hanna, bukan untuk mendengarkan ocehanmu! Kau tidak tau apa pun mengenai aku, jadi jangan pernah berkata seolah-olah aku yang paling bersalah dalam hal ini!” bentakku padanya. Irina menghampiriku, kemudian aku merasa cairan bening mengalir dari atas membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku dengan segelas air putih! “apa-apaan kau Irina?!”

Ia tersenyum sinis. Matanya menatapku tajam penuh rasa kebencian. “kenapa kau hanya mencintainya Evan?! Aku menyukaimu lebih dari Hanna!! Kalau wanita yang kau puja-puja itu memang mencintaimu, mengapa dia pergi?! Mengapa dia tidak tetap diam menunggmu seperti yang aku lakukan selama ini?! Aku bisa memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Hanna berikan kepadamu Evan!” ucapan Irina membuatku bergidik. Wanita itu sungguh menakutkan. Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah menyukainya sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil langkah seribu meninggalkan rumahnya.

Tampaknya datang pada Irina adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia satu-satunya yang tersisa. Semua orang yang dekat atau pernah dekat dengan Hanna sudah aku kunjungi rumahnya satu per satu, namun mereka juga tidak mengetahui keberadaan wanita yang sangat ku cintai itu.

Aku mulai putus asa. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi kemana untuk mencarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri ke tempat aku dan Hanna biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan menatap lautan luas adalah kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama seperti dulu. Sekarang Hanna tidak ada di sampingku, ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan jejak.

Langit biru yang cerah mulai berubah warna menjadi oranye kekuningan. Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di tepi pantai ini. Aku seperti orang bodoh. Menunggu dan berharap Hanna akan datang dan tersenyum kepadaku. Hanna, aku harus menjelaskan padamu alasan aku meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang jelas, tapi di mana dirimu saat ini?

Ckrek!

Tiba-tiba saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang telah mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku membelokkan badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?! Aku tidak suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak memedulikanku dan masih menatapi kamera DSLR-nya.

“ah, oh, maaf, aku tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat begitu menyatu dengan objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh menghapusnya.” Ia perlahan menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke arahku. “ini, hapuslah sendiri fotomu.” Ujarnya.

Entah perasaan apa yang menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang mengambil fotoku tanpa izin terlebih dengan orang yang tidak ku kenal. Tetapi kali ini berbeda. Aku ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya tapi aku tidak bisa. Hatiku berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak perlu. Kau bisa menyimpannya.” Kataku berusaha bersikap acuh.

“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.

Tanpa sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami berbincang-berbincang tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu aku tidak memikirkan Hanna. Kehadiran wanita bernama Kelly yang mempunyai hobby fotografi itu telah membuatku merasa semakin bersalah terhadap Hanna. Bisa-bisanya aku bersama wanita lain dan melupakannya. Aku tidak tau, sungguh... semua mengalir begitu saja. Hanna, aku harap kau tidak marah padaku jika kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu seorang.


“jadi kau pergi meninggalkannya karena terpaksa? Kalau kau tetap bersama dengannya apa yang akan terjadi?” baru 2 hari aku mengenal wanita ini, tapi aku merasa sangat dekat dengan dirinya. Kelly adalah tipe yang periang. Setiap aku menatap matanya yang berkilat-kilat, aku merasa ia memberikan aku semangat untuk tetap menjalani hidup walau perih.

“jika aku tetap bersamanya... ibu ku akan melukainya dengan cara memperkenalkan Hanna dengan Christie.” Aku tak mampu meneruskan ceritaku. Aku tertunduk berusaha tegar. Namun beberapa saat terdiam aku kembali mengangkat kepalaku yang terasa berat dan menatap Kelly untuk melanjutkan ceritaku. “Christie adalah wanita asal Paris yang di jodohkan denganku. Semua itu adalah ulah ibu ku, maksudku ibu tiriku. Ia ingin menyingkirkan aku dari rumah dan menguasai harta almarhum Papaku. 3 tahun aku menetap disana sampai pada saat acara pertunanganku dan Christie diselenggarakan, tiba-tiba ibu tiriku mengalami serangan jantung dan ia meninggal di tempat. Aku berfikir bahwa ini adalah kesempatan bagiku untuk kembali ke Indonesia dan menemui Hanna. Tapi aku masih belum dapat bertemu dengannya. Aku takut sesuatu terjadi kepadanya.”

Wanita itu memegang bahuku dengan kedua tangannya. Ia menarikku ke dalam pelukannya. “kau laki-laki yang sangat baik Evan. Mendengar ceritamu aku jadi merasa iri terhadap Hanna. Ia beruntung sekali mendapati dirimu. Aku akan membantu mencarinya.”

“terimakasih Kelly.” Ucapku pelan karena sedikit terkejut.

“sebaiknya kita pulang sekarang, langit sudah gelap. Bye Evan.” Lagi –lagi gadis itu memamerkan senyum lebarnya yang indah. Aku seperti terhipnotis olehnya. Aku tidak boleh begini. Aku harus sadar dan memikirkan Hanna.

Langkah kakiknya semakin menjauh, sosoknya pun samar-samar tak terlihat lagi oleh kedua mataku yang mempunyai minus 2. Kini hanya aku yang berada di tepi pantai ini. Ketika aku bersiap pergi dari sana tiba-tiba terdengar suara seperti bisikan angin:

“Evan, selamat tinggal... aku harap kau bahagia bersama dengannya. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan.”

Suara itu lembut dan sangat pelan. Tetapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Aku rasa ini hanya halusinasiku saja karena belakangan ini aku selalu berkunjung ke tempat aku dan Hanna biasa bersama. Aku begitu rindu terhadapnya sehingga aku sampai mendengar suara-suara aneh di telingaku.

Jam menunjukkan angka 8 dan aku langsung melesat ke parkiran mobil dan menginjak gas untuk pergi dari tempat itu. Di tengah perjalanan aku teringat kembali akan semacam suara atau bisikan di telingaku tadi saat di pantai. Hanna, dimana dirimu? Aku rasa aku sedang frustasi sampai-sampai mengira suara itu adalah suaramu.

Ciiiittttttt...

Hampir saja aku menabrak wanita tersebut! Untunglah aku segera menginjak pedal rem. Ketidakkonsentrasianku ini cukup untuk menyeretku ke penjara. Aku melepas seat belt dan berniat menghampirinya. Tetapi ketika aku keluar mobil aku tidak melihat siapapun. Kemana wanita itu pergi? Tanyaku dalam hati penasaran.
 
“Hei! Evan! Apa yang kau lakukan di jalanan sepi seperti ini?” seruan itu.. aku rasa aku mengenal suara itu.
 
“K- Kelly?” kataku sedikit gugup tak percaya. Suatu kebetulan yang luar biasa menurutku.
Selangkah, dua langah, tiga langakah ia berjalan mendekatiku. Sekarang ia tepat di depan wajahku. Kelly terdiam tertunduk menatap aspal jalanan beberapa saat, lalu kemudian dengan secepat kilat ia merangkulku, ia merangkulku dengan erat seperti orang yang sudah sangat lama tidak bertemu dan meluapkan kerinduannya yang membuncah. Dan pelukannya kali ini berbeda jauh dengan yang sebelumnya.

“h-hei, Kelly, ada apa denganmu?” tanyaku agak terbata-bata karena kelakuan wanita satu ini. Entah mengapa aku merasa gugup, aku tidak nyaman ia memelukku. Aku merasakan hal yang aneh dan di lain sisi aku juga tidak enak dengan Hanna.

“jangan merasa tidak enak. Aku hanya ingin memelukmu sebentar saja Evan.” Nadanya begitu lembut dan membuat aku luluh. Aku membalas pelukan Kelly dan membiarkan ia juga memelukku.


“Evan, kemana lagi kita harus mencari Hanna? Kita sudah mengunjungi rumah tempat ia tinggal dulu dan menanyakan kepada tetangga sekitar namun tidak ada yang tahu dimana keberadaan ia atau keluarganya saat ini.” aku mendengar suara Kelly yang sedang menyetir mobil. Aku tau ia bertanya padaku. Tetapi aku tidak menjawabnya. Aku diam membisu karena aku masih teringat akan kejadian semalam. Entahlah, tetapi dari nada bicara Kelly ia seperti tidak pernah melakukan hal itu.

“Aku tau Evan, kau ingin pergi ke pantai itu lagi dan menghabiskan waktu disana saja, bukan? Baiklah, aku akan menemanimu.” Ujarnya.

Sesampainya kami disana, seperti hari-hari yang lalu aku dan Kelly duduk di atas pasir putih tepi pantai tersebut dan memandangi lautan biru luas yang indah serta gumpalan awan cerah yang berbentuk seperti gulali.

“Hanna, ah maksudku Kelly... boleh aku tau dimana kau kemarin jam 8 malam?” senatural mungkin aku bertanya pada Kelly agar ia tidak curiga. Entah mengapa aku ingin menanyakan hal ini.

“ah, jam 8 kalau tidak salah aku menelfonmu tetapi handphone-mu sepertinya tidak aktif. Memangnya ada apa Evan?” wanita itu menjawab pertanyaanku sambil memotret objek-objek di sekitarnya.

Apa?! Lalu siapa yang memelukku kemarin malam?! “t-tidak, tidak ada apa-apa.” ucapku berharap Kelly tidak menyadari keterkejutanku.

Ia berdiri dan menghempaskan pasir dari celana panjang. “Evan, tolong pegang dulu kameraku, aku mau ke kamar kecil.”

“baiklah.” Kataku sekenannya.

Melihat kamera itu hatiku seperti tertarik untuk melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Aku mulai menelusuri satu persatu foto demi foto yang diambil oleh Kelly. Dia memang wanita yang berbakat. Semua hasil potretannya bagiku begitu memukau.

“hei, kau sedang apa? melihat-lihat foto ya?” sahut seseorang yang sudah pasti Kelly. Rupanya ia kembali dalam waktu yang sangat singkat, padahal aku belum menemukan fotoku karena terlalu banyak tertimpa oleh foto lainnya.

Aku mengulurkan kamera itu padanya. “ya, hanya sekedar melihat-lihat. Kau memang fotografer yang handal menurutku.”
 
“haha Evan kau pandai sekali memuji. Tapi aku masih amatir dan harus banyak belajar lagi.” Ia tertawa lepas dan tersenyum lalu kembali mengambil gambar di sekitarnya.

“Evan, bagaimana kalau kita foto bersama? Kau mau tidak?” tanya gadis itu dengan mimik yang berharap aku akan mengiyakannya.

“baiklah, terserah kau saja.”

Ckrek!

“waaah Evan, lihat!” Kelly menunjukan hasil foto di layar LCD kamera itu kepadaku. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku. “kau tampan sekali, kalau teman-temanku melihatnya mereka pasti akan berebutan untuk berkenalan denganmu haha.”

“sepertinya virusku tertular. Sekarang kau jadi pandai memuji Kelly.” Sindirku diiringi sedikit gelak tawa.

“mungkin saja haha.” Wanita itu tertawa renyah sampai matanya benar-benar menyipit.

Bersama dengannya aku merasa hal yang berbeda. Apa ini adalah rencana Tuhan untukku? Apa aku harus melupakan Hanna dan memulai kehidupan yang baru dengan orang yang baru juga? Entahlah, sempat terlintas difikiranku seperti itu tetapi aku belum berani mengambil tindakan nyata. Aku takut keputusan yang ku pilih malah akan memperburuk keadaan.

Bagaimana jika ketika aku sudah memilih Kelly, tiba-tiba Hanna muncul dan kembali? Aku tidak tau harus menjelaskan padanya mulai dari mana. Aku tidak ingin melukai hatinya lagi.

“Evan, aku akan bahagia jika kau bersama Kelly. Dia wanita yang baik. Kau tidak perlu ragu.”

Suara bisikan itu lagi! “Kelly, kau dengar suara itu?” tanyaku padanya seperti orang paranoid.

“suara apa Evan? Aku tidak mendengar apa pun, dan tidak ada suara lain selain desiran ombak di sini.”

“sudahlah, lupakan saja.” Ini membuatku gila. Suara itu kembali muncul dan membuat bulu kudukku berdiri. Apa maksud semua ini??


Nada dering handphoneku berbunyi cukup keras dan berhasil membangunkanku yang masih terlelap. Aku menekan tombol ‘jawab’ tanpa melihat siapa yang menelfon karena mataku menempel dan aku kesulitan membukanya.

“hallo..” sapaku dengan suara berat dan sedikit serak khas orang bangun tidur.

“astaga Evan, kau baru bangun tidur? Ini sudah jam 8, kau tau?!” omelan dengan intonasi yang cukup tinggi serta suara yang agak cempreng ini tidak salah lagi adalah milik Kelly.

“ah Kelly, berhenti mengomel. Telingaku sakit, kau tau? Ada apa menelfon pagi-pagi? Tidak biasanya kau begini.” Akhirnya setelah usaha yang cukup keras mataku bisa terbuka dan aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk mencuci muka sambil masih menempelkan benda kecil itu di telingaku.

“aku sedang di tempat cetak foto. Aku ingin mencuci fotomu yang pertama kali aku ambil dan foto kita kemarin.” Ucapnya terkekeh. “setelah selesai aku akan kerumahmu untuk memberikannya. Jadi aku harap kau segera mandi karena aku tidak mau kebauan ketika berada didekatmu nanti haha.”

“ok ok, baiklah. Aku tunggu.”


“Evan, Kelly is here.” Aunty Clarice memasuki kamarku, ia adalah wanita asal Australia, ia juga istri dari kakakku satu-satunya yaitu James. Tetapi berhubung kakakku sedang mengurus cabang perusahaan keluarga di Jerman, ia meninggalkan istrinya dirumah bersama denganku dan sekaligus untuk menemaniku.

Ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di atas kasur sambil membaca buku. “i’m happy you already moved on from Hanna.”

“i’ve never tried to do that Aunty. Hanna will always be in my mind.” Ujarku menutup buku itu lalu turun ke lantai bawah untuk menemui Kelly.

“Don’t deny Evan. Don’t ignore your heart cause your mind won’t be able to feel it.” Seru Aunty Clarice.

Perkataan Aunty-ku memang benar. Tetapi saat ini aku belum tau apa yang aku rasakan dan apa yang harus kulakukan serta kuputuskan.

“hei Kelly, sudah lama menunggu?” sahutku dari lantas atas lalu menuruni anak tangga satu persatu.

“oh h-hai Evan, tidak juga.” Suara Kelly terdengar gugup dan aneh. Seperti ada seseuatu yang ia sembunyikan dariku.

Aku baru ingat bahwa ia kemari karena ingin memberikan hasil fotonya. Aku pun menagih janji itu. “oya, boleh aku lihat foto yang sudah kau cetak? Pasti hasilnya sangat bagus.” Ucapku dengan menorehkan senyum kepadanya.

“ah i-itu.. iya hampir saja aku lupa.” Kelly langsung merogoh-rogoh ke dalam tas warna coklatnya mencari benda tersebut, tetapi tampaknya foto itu tidak ada. “mmm.. maaf Evan, aku rasa aku meninggalkannya di tempat cuci foto tadi. Aku akan mengambilnya dan segera kembali.” Aku bisa melihat dari bahasa tubuh Kelly yang canggung dan bersikap tidak seperti biasanya. Aku tau ada sesuatu yang terjadi dan ia tidak ingin aku mengetahuinya.

“tidak perlu Kelly!” pekikku cukup keras karena wanita itu sudah berada di ambang pintu dan bersiap pergi. “sini, duduklah dulu.” Kataku sambil menepuk-nepuk sofa.

Ia berjalan kaku menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku memperhatikan air mukanya yang gusar dan agak pucat. “Kelly, tatap aku!” perintahku. Dengan terpaksa ia memutar kepalanya 90© dan berusaha memandangku. “Ada apa sebenarnya? Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanyaku mendalam.

Gadis itu mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Aku bisa mendengar dengan jelas bahwa ia sekarang tengah menangis sesenggukan. “aku berbohong Evan. Ambilah di dalam tasku dan lihatlah sendiri.”

Aku mengikuti perkataannya. Tapi untuk apa Kelly berbohong? Ini hanyalah foto. Batinku terus bertanya seperti itu sampai akhirnya aku mendapatkan benda yang kucari.

Terdapat 2 lembar foto dan foto yang pertama kulihat adalah foto aku dan Kelly saat di pantai kemarin. Kelly terlihat cantik dan begitu ceria di foto tersebut. Hal apa yang harus ia khawatirkan sampai-sampai ia berbohong padaku? Aneh sekali pikirku.

Foto selanjutnya... mungkin ini adalah alasan Kelly bersikap begitu. Aku tidak percaya melihatnya. Aku benar-benar shock. Jantungku berhenti berdetak dan seluruh syarafku mati selama beberapa saat. Aku tidak tau apakah ini editan semata atau foto asli sungguhan.

“Kelly, tolong jelaskan padaku. Kau yang mengedit fotoku, iya kan Kelly?!” aku menaikkan nada bicaraku terhadapnya karena foto ini memang sulit dipercaya.

“tidak Evan. Aku tidak mengeditnya. Aku juga tidak tau kenapa hasilnya bisa seperti itu.” suara parau dan tangisnya yang tak henti membuatku merasa bersalah. Aku telah menuduhnya melakukan itu. Aku telah bersikap kelewatan kepada wanita ini.

Aku memeluknya dalam sekejap. Aku tak mengerti mengapa aku bertindak seperti ini. Mungkin perkataan Aunty Clarice benar. Aku tidak boleh menyangkalnya. Aku tidak boleh mengabaikan hatiku karena pikiranku tak akan mampu merasakan kebenaran yang dirasakan oleh hatiku.

“maafkan aku Kelly. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Aku... aku hanya... ini sulit sekali dipercaya. Tapi aku harus mengatakan ini padamu.” Aku melepaskan pelukanku perlahan lalu menggengam tangannya dan memandang matanya lekat-lekat. “aku menyukaimu Kelly. Sungguh. Ini nyata perasaanku yang sebenarnya. Kau pasti meragukannya, tapi aku mohon kali ini percayalah. Sejak pertama berkenalan denganmu aku mulai merasa bayangan Hanna memudar dan perlahan kau menggantikan posisinya dihatiku. Senyumanmu memberikanku semangat. Tawamu telah merubah aku yang dulu selalu menyalahkan diri sendiri karena meninggalkan Hanna. Aku jujur dengan ucapanku Kelly.”

Ia berhenti menangis dan menatapku. Tatapan matanya tampak sedang mencari-cari kejujuran didalam mataku. Tiba-tiba saja wanita itu merangkulku erat sekali.

“akhirnya kau bisa mencintai orang lain. Aku sangat bahagia Evan. Maaf aku menggunakan tubuh Kelly untuk berbicara denganmu. Kau begitu serasi dengannya. Satu saja permintaanku Evan, aku ingin kau dan Kelly datang ke tempatku.” Suara itu! Aku ingat sekarang. Ini adalah suara Hanna!

“tidak, Hanna, jangan pergi!” aku semakin mempererat pelukanku.

“Evan, aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi setelah aku dapat berbicara denganmu. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan. Kau adalah pria yang istimewa bagiku.” Aku meneteskan air mata mendengar perkataan Hanna. Bagaimana bisa ia meninggal? Apa yang telah terjadi?

“tunggu! Hanna, apa yang telah terjadi padamu?” dengan cepat aku melepaskan dekapanku dari tubuh Kelly yang berisikan roh Hanna.

“a-aku... meminta keluargaku untuk pindah kuliah ke Bali. Aku berharap bisa melupakanmu di sana. Tetapi aku salah, aku justru semakin merindukanmu yang tak kunjung datang. Nilaiku juga menurun drastis, dan aku tidak ada orang yang mau dekat denganku karena mereka berfikir aku wanita yang aneh dan selalu menyendiri. Mereka menjauhi aku dan memandangku sinis. Karena aku tidak tahan akan cobaan ini, akhirnya aku menjatuhkan diri dari lantai 5 gedung asramaku. Evan, aku malu sebenarnya menceritakannya padamu. Aku wanita yang lemah, tapi kau harus tau. Aku tidak ingin membuatmu terus bertanya-tanya dan mencari aku yang bahkan sudah tiada.” Kelly, melalui dirimu aku dapat melihat tatapan sedih Hanna. Aku bisa merasakannya.

“Hanna, kemana aku harus pergi?” tanyaku polos.

“aku akan menyampaikannya pada Kelly. Aku harus pergi Evan. I love you, goobye...” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tubuh Kelly kemudian terkulai lemas, pingsan di atas sofa.


Jumat, 11 November 2011 - Denpasar, Bali

Aku dan Kelly saat ini berada di tempat, di mana Hanna dimakamkan. Ternyata setelah meninggalnya Hanna, orangtuanya kembali ke kampung halamannya di Manado. Aku tak dapat bersua. Aku masih belum menyangka nisan di hadapanku ini benar-benar miliknya. Meskipun tertulis jelas dan lengkap nama “Hanna Isabel Maria” namun di dalam hatiku, aku berharap ini adalah Hanna Isabel Maria yang lain, bukan Hanna yang ku cintai.

“Evan, cepat letakkan bunga melati putih itu. Hanna pasti sudah menunggu momen ini. Aku yakin dia bahagia di atas sana.”ujar Kelly yang berdiri di sampingku yang sudah lebih dahulu menaruh bunga di atas makam Hanna.

Tanganku gemetar ketika akan menaruh bunga tersebut. Aku seakan tak mampu menghadapi kenyataan ini. Tetapi Kelly menggengam tanganku. Ia membantuku dengan senyum ikhlasnya. Tak terlihat sama sekali kecemburuan di wajahnya walau ia tau masih ada sebagian dari Hanna yang tertinggal di dalam diriku.

Aku mengeluarkan selembar foto dari dompetku dan menaruhnya di dekat bunga melati putih itu. Ya, foto yang ku taruh adalah hasil jepretan Kelly yang membuatku tersentak kaget. Foto itu adalah fotoku saat pertama kali aku dan Kelly bertemu. Ia memotretku dari belakang, dan ternyata terdapat sosok bayangan Hanna yang cukup jelas di dalam foto tersebut setelah dicetak. Ia terlihat sedang duduk di sampingku, dan yang membuatku lebih terkejut yaitu ia tampak seperti mencium pipiku. Saat pertama kali melihatnya aku meneteskan air mata karena begitu tak percaya. Namun, biar bagaimanapun itu adalah kenyataannya.

“Kelly, tetaplah bersamaku dan jangan pernah meninggalkan aku. Karena apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu.” aku memeluknya dengan erat. Aku tidak akan lagi menyia-nyiakan wanita yang berharga dalam hidupku. Cukup sekali aku berbuat kesalahan dan tak akan aku mengulanginya.

“Evan, thank you for loving me.” Bisiknya di telingaku.

Hanna, you never really left. I’ll always remember you. I can’t forget you or erase you from my heart. I’m able to get my happiness with Kelly, and i hope you’re smiling seeing us from up there.


I will watch you through these nights..
Rest your head and go to sleep..
This is not our farewell..
(Within Temptation – Our Farewell)


THE END


Terimakasih sudah membaca cerpen yang berjudul I LOVE YOU, GOODBYE
Twitter : @bellajusticee
Fb : Bella Justice

Cerpen Sedih: Teddy Bear

Teddy Bear
cerpen cinta sedih ditulis Oleh Rai Inamas Leoni

Aku menatap kosong lembar jawaban matematika diatas mejaku. Semua rumus yang aku pelajari semalam menguap begitu saja. Kulirik jam dinding, tinggal sepuluh menit untuk menyelesaikan lima soal ini. Sementara beberapa siswa sudah selesai mengerjakan soal dan mulai meninggalkan bangku mereka. Kupandangi kertas jawabanku, tak ada yang berubah. Tetap kertas putih yang hanya tertulis lima soal tanpa jawaban. Aku tertunduk lesu lalu perlahan kupejamkan mataku. Berharap semua bisa berubah…
***

Prang!!!! Bunyi vas bunga terdengar nyaring menyentuh lantai . Otak ku segera memperoses apa yang terjadi. Aku tau suara vas berasal dari ruang tamu dan tentu saja Ayah pasti kalah judi sialan itu. Buru-buru aku mengunci pintu kamar rapat-rapat. Kupeluk kamus Bahasa Inggris ku, berharap benda ini dapat melindungiku dari sesuatu. Mengingat sebulan terakhir keadaan rumah tak ubahnya seperti neraka.

“Dasar anak tak tau diri!! Sudah Ayah bilang untuk berhenti sekolah dan mulai mencari pekerjaan. Lihat kalau begini nasi pun tak ada!!” Teriak Ayah dari ruang tamu. Kudengar Ayah mulai membanting sesuatu lalu memaki segala jenis penghuni kebun binatang.

“Dimana kamu Tasya?! Tasya!!!” Ayah mulai kehilangan kendali. Detik berikutnya pintu kamarku yang menjadi sasaran. Ayah mulai menggedor pintuku dan mulai meneriaki segala ancaman jika aku tidak membukakan pintu. Percuma Ayah, aku selalu berlajar dari pengalaman, aku tak mau teman-temanku melihat pipiku memar lagi. Ujarku dalam hati.

Aku menghela nafas lalu berjalan menuju tempat tidurku yang terlihat kontras dengan boneka Teddy Bear milik ku. Teriakan Ayah kujadikan sebagai sebuah nyanyian gratis. Sejenak aku memandangi kamar kecil yang baru setahun kutempati.Beda sekali dengan kamarku yang dulu. Walau bukan dari keluarga kaya raya namun kamarku yang dulu berisi fasilitas lengkap seperti lemari, komputer, meja belajar bahkan TV walaupun 14 inci. Sedangkan kamar ini hanya terdapat ranjang kecil yang sudah kusam dan lemari tua di sudut ruangan.

“Hidup yang kejam!” Tanpa sadar aku bergumam pada diri sendiri. Buru-buru aku menutup mulutku dengan boneka Teddy Bear. Rasanya Ayah mendengar ucapanku tadi.

“Ayah tau kamu ada di dalam!! Buka pintunya!!” Ayah berteriak lagi. Namun teriakannya kali ini lebih mirip orang yang sedang mengigau. Rupanya hari ini Ayah terlalu banyak minum. “Tau begini aku tak akan mengadopsi anak brengsek ini. Dasar anak sialan!” Usai berkata demikian, Ayah mulai bernyanyi lagu-lagu yang tak pernah kudengar lalu beranjak pergi menuju ruang tamu. Sudah menjadi kebiasaan Ayah menyanyikan lagu-lagu yang aneh jika sedang mabuk berat. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Ayah, juga karena efek alkohol bukan?

“Karena anak sialan itu istriku kabur dengan lelaki lain, usaha yang kubangun susah payah juga bangkrut karenanya.” Sejenak Ayah tertawa. “Benar-benar anak pembawa sial. Pantas orang tua kandungnya tak mau mengasuhnya…” Ujar Ayah seolah-olah berbicara dengan orang lain.Aku membeku mendengar ucapan Ayah.Sakit rasanya mendengar hal yang selama ini tak ingin aku dengar.
***

Matahari sudah terbenam sekitar beberapa jam yang lalu ketika aku menyusuri sebuah gang kecil. Rumah ku yang baru terletak di ujung gang kecil ini, luas rumah itu hanya setengah dari luas rumahku yang dulu. Aku menendang kerikil yang ada di depanku.Rasanya dunia memusuhi ku akhir-akhir ini. Semua berawal dari usaha Ayah yang ditipu seseorang setahun yang lalu. Ayah mengalami kerugian yang besar hingga tak mampu membayar hutang di bank, yang awalnya digunakan untuk modal usaha. Lalu semua berjalan begitu saja seperti mimpi buruk. Rumah kami disita oleh pihak bank, Ayah membeli rumah kecil dengan uang tabungan yang tersisa, Ibu membuat kue kering dan menjual kepada tetangga sementara Ayah mencari pekerjaan baru.

Aku tak tau apa yang terjadi dengan Ayah selanjutnya. Ayah yang dulu ku kenal ramah dan humoris berubah menjadi Ayah yang suka berjudi dan mabuk. Sering ku dengar Ayah dan Ibu bertengkar karena Ayah meminta uang untuk berjudi hingga berujung pada perceraian mereka. Setelah perceraian itu biaya sekolah hingga makan sehari-hari ditanggung Ibu yang sebulan sekali mengirimi aku uang. Sebenarnya Ibu sudah berkali-kali menyuruhku ikut dengannya, mengingat usaha kue Ibu berkembang pesat apalagi kini Ibu sudah menikah. Namun aku selalu menolak karena tak tega meninggalkan Ayah sendiri. Aku tersenyum pedih mengingat semua hal itu. Ayah? Ibu?

“Mereka bukan orangtua ku!!”Teriak ku parau.Ya, aku bukan anak kandung mereka. Orangtua kandungku tega meninggalkan ku di panti asuhan ketika usia ku menginjak 3 bulan. Kemudian saat aku berumur 7 tahun, Ayah dan Ibu datang untuk mengadopsiku. Sejak saat itu aku menjadi anak mereka. Ayah sering membelikan boneka Teddy Bear untuk ku, mulai dari ukuran terkecil hingga yang paling besar. Sementara Ibu selalu menjadikanku sebagai asisten koki saat beliau membuat kue. Ayah dan Ibu sangat menyayangiku seolah-olah aku ini anak kandungnya. Kami benar-benar keluarga yang bahagia. Tapi itu dulu. Kini semua telah berubah.

“Nak Tasya..” Panggil seseorang dari belakang. Aku menoleh dan mendapati Pak Kino tersengal-sengal seperti dikejar setan. Saat itu aku baru menyadari bahwa aku sudah berada di depan rumahku.

“Ada apa ya Pak Kino?” Tanyaku sopan.Pak Kino adalah pemilik rumah sebelah.

“Anu.. Bapak baru saja..dari rumah sakit..” Ujar Pak Kino terbata-bata sambil mengatur nafas.

“Bapakmu ada di rumah sakit.. Bapakmu dikeroyok penagih hutang..”

Aku diam mendengarkan penjelasan Pak Kino?Penagih hutang?Pasti hutang judi.Bukankah lusa lalu penagih hutang sudah mengambil semua barang-barang di rumah?Radio, televisi, bahkan kursi pun juga diambil.Ragu-ragu aku menatap Pak Kino.

“Rumah sakit mana?”Tanyaku lirih.Tanpa sadar mataku terpaku pada boneka yang bergelantung di tangan Pak Kino.
***

“Dokter pasti salah!! Ayah saya masih hidup!!” Teriakku memecah keheningan.Bibirku bergetar, pandanganku buram.Tangan kananku memegang boneka Teddy Bear berukuran kecil yang sudah terciprat darah.Namun bentuknya sudah tak karuan seperti sudah terinjak.Boneka ini ditemukan Pak Kino saat menyelamatkan Ayahku dari orang-orang suruhan Bandar judi.

“Ayahku masih hidupkan, Pak Kino? Dokter ini pasti bercanda kan?” Tanyaku pada Pak Kino.Pak Kino menatapku nanar, seolah tak mampu berbicara padaku.

“Maafkan saya, saya sudah berusaha semampunya. Namun Ayah anda terlalu banyak kehilangan darah. Terjadi pendarahan hebat di bagian otak beliau akibat terbentur benda tumpul.”Dokter berusaha menenangkanku.

Tak kuhiraukan pandangan orang-orang yang menatapku dengan prihatin.Kaki ku dengan cepat menerobos masuk ruang UGD. Kulihat Ayah terbujur kaku diatas tempat tidur. Matanya terpejam damai walau wajahnya mengalami memar.“Ayah…” Ucapku lirih. “Ayah pasti sedang tidur kan? Besok pagi Ayah akan bangun lalu meminta uang kepadaku untuk judi sialan itu kan?” Tanyaku pelan.Dua suster menarikku untuk menjauh dari Ayah.Dengan kasar aku menepis tangan mereka kemudian berjalan menghampiri Ayah.

“Ayah bangun!!!!” Teriak ku kesetanan.“Ayaaah!!!!”Aku mulai mengguncang-guncang tubuh Ayah.Tanpa sadar tanganku bersentuhan dengan lengan Ayah.Dingin. Aku tak mampu merasakan kehangatan yang dulu sering Ayah berikan. Saat aku berulang tahun, saat aku mendapatkan rangking, atau saat Ayah membelikanku sebuah boneka. Rasa hangat itu telah hilang, telah memudar.Sebuah teriakan menyadarkan ku.Entah sejak kapan Ibu ada disebelahku. Memeluk ku sambil menangis meneriaki nama Ayah. Di samping Ibu, aku melihat Oom Dharma yang tertunduk lesu.Oom Dharma adalah seseorang yang sudah menggantikan posisi Ayah di mata Ibuku.Aku merasa wajahku mulai memanas.

“Ayaaaah… Jangan pergi…” Ujarku pelan lalu menangis sambil memeluk boneka Teddy Bear.
***

Aku membuka mata.Semua sudah berubah, ujarku dalam hati.Sebulan berlalu sejak kematian Ayah. Orang yang mengkeroyok Ayah sudah ditangani pihak berwajib. Aku memutuskan untuk menerima tawaran Ibu untuk tinggal bersamanya.Lagi pula Oom Dharma orang yang baik. Ayah pasti sedang tersenyum menatapku kini, tentu saja dari suatu tempat yang bernama surga. Aku tak peduli Ayah merupakan orang tua angkat ku. Bagiku Ayah ya Ayah. Seseorang yang selalu memberikan kehangatannya melalui boneka-boneka Teddy Bear, boneka favoritku dari kecil.

Tak tau apa yang terjadi, dalam sekejap aku bisa mengingat semua rumus yang semalam aku pelajari. Dengan lincah tanganku menulis rumus, lalu memasukan angka-angka dan mulai menghitung. Aku baru menyelesaikan tiga soal ketika Bu Risna, guru matematika di SMA Bhineka, menyuruh semua siswa untuk mengumpulkan kertas ulangan. Kudengar nada-nada kecewa dari beberapa teman. Ternyata bukan hanya aku yang tidak berhasil menjawab semua soal. Tak sengaja aku menatap ke luar jendela. Langit pagi ini terlihat cerah. Aku tersenyum dan mulai beranjak meninggalkan bangku ku. Ayah, berjanji lah untuk bahagia disana. Bisikku dalam hati lalu berjalan menghampiri teman-temanku.
SELESAI

terimakasih sudah membaca cerpen diatas
Rai Inamas Leoni
SMAN 7 Denpasar